Adzan maghrib
berkumandang. Sekeliling meja makan segera dipenuhi jamaah yang hendak
mengambil makanan & minuman untuk berbuka. Begitu pula denganku.
Setelah mendapat sepiring kecil berisi kurma, potongan martabak manis,
bakwan dan semangka, serta segelas teh hangat, aku berkeliling mencari
tempat duduk. Akhirnya duduklah aku bersama sekelompok adik-adik LDK.
Di tengah obrolan, salah seorang di antara mereka bertanya, "Kok mbak nggak makan nasi?"
Ya, selain makan 'camilan' seperti yang ku ambil tadi, mereka masih melanjutkan dengan nasi bungkus yang juga disediakan di atas meja.
Aku hanya bergumam sejenak lalu menjawab, "Ini aja udah kenyang kok dek,"
"Mending mbak ambil nasi dulu deh, daripada kehabisan nanti," ia memberi saran.
"Beneran udah kenyang.. nggak kebayang kalau harus ditambah nasi. Trus kalau aku ambil sekarang, nanti dibawa-bawa kemana-mana gitu? Pas sholat maghrib mau ditaruh dimana?" jawabku sambil tertawa. "Toh kalau jatahnya memang dapat, pasti tetep kebagian kan?" lanjutku.
Beberapa alasanku memutuskan tidak makan nasi dulu, antara lain agar perut tidak terlampau penuh untuk sholat maghrib nanti. Lagipula menurutku nasi bungkus itu porsinya terlalu banyak. Tak mungkin bisa langsung habis kalau dimakan saat itu juga.
*
Ba'da sholat maghrib, sinyal lapar kembali muncul. Dari atas aku tengok meja tempat tadi disediakan nasi bungkus. Daaan, qodarullah, tidak ada nasi bungkus yang tersisa. Hehehe... Ya Rabb... Sedikit rasa menyesal menyelusup seketika. Buru-buru kucegah dengan mengingat kata-kataku sendiri tadi, '..kalau jatahnya memang dapat, pasti tetap kebagian kan.'
"Mungkin jatah dari Allah buatku bukan nasi bungkus yang itu," batinku meyakinkan diri sendiri.
Sebelum masuk waktu isya', aku memikirkan beberapa usaha yang bisa dilakukan. Cari makan di luar, waktunya tak cukup. Opsi kedua, mengirimkan pesan ke beberapa teman yang mungkin akan datang menyusul ke sini, siapa tahu bisa nitip beli makan. Sayangnya orang pertama yang kuhubungi tidak bisa datang, orang kedua tidak membalas pesan, dan orang ketiga sudah terlanjur datang sebelum pesannya kukirim. Subhanallah... Hehe...
Sampai adzan isya' akhirnya kuputuskan untuk sementara melupakan urusan perut (>_<)
*
Sholat tarawih berjama'ah usai. Aku mundur ke bagian belakang shaf. Seorang teman duduk di dekatku dan menawari kacang mete goreng yang ia bawa. Kami pun makan, eh, ngemil sambil mengobrol sejenak, lalu melanjutkan tilawah masing-masing.
Malam semakin larut, aku pamit untuk ke kamar mandi. Keluar dari pintu masjid, tepatnya di ruang istirahat ada beberapa orang yang sedang mengisi botol minumnya dari galon, ada pula yang membuat minuman hangat. Tiba-tiba mataku tertuju pada beberapa mika yang berisi nasi dan ayam goreng.
Aku lalu bertanya pada salah seorang panitia, "Dek, itu nasinya boleh dimakan?"
"Boleh banget mbak, itu tadi dari donatur," jawabnya.
Alhamdulillah.. :)
Segala puji bagi Engkau yang telah menetapkan rizki untuk hamba-Mu ini.
Eh, porsinya pas juga lho ^_^
Di tengah obrolan, salah seorang di antara mereka bertanya, "Kok mbak nggak makan nasi?"
Ya, selain makan 'camilan' seperti yang ku ambil tadi, mereka masih melanjutkan dengan nasi bungkus yang juga disediakan di atas meja.
Aku hanya bergumam sejenak lalu menjawab, "Ini aja udah kenyang kok dek,"
"Mending mbak ambil nasi dulu deh, daripada kehabisan nanti," ia memberi saran.
"Beneran udah kenyang.. nggak kebayang kalau harus ditambah nasi. Trus kalau aku ambil sekarang, nanti dibawa-bawa kemana-mana gitu? Pas sholat maghrib mau ditaruh dimana?" jawabku sambil tertawa. "Toh kalau jatahnya memang dapat, pasti tetep kebagian kan?" lanjutku.
Beberapa alasanku memutuskan tidak makan nasi dulu, antara lain agar perut tidak terlampau penuh untuk sholat maghrib nanti. Lagipula menurutku nasi bungkus itu porsinya terlalu banyak. Tak mungkin bisa langsung habis kalau dimakan saat itu juga.
*
Ba'da sholat maghrib, sinyal lapar kembali muncul. Dari atas aku tengok meja tempat tadi disediakan nasi bungkus. Daaan, qodarullah, tidak ada nasi bungkus yang tersisa. Hehehe... Ya Rabb... Sedikit rasa menyesal menyelusup seketika. Buru-buru kucegah dengan mengingat kata-kataku sendiri tadi, '..kalau jatahnya memang dapat, pasti tetap kebagian kan.'
"Mungkin jatah dari Allah buatku bukan nasi bungkus yang itu," batinku meyakinkan diri sendiri.
Sebelum masuk waktu isya', aku memikirkan beberapa usaha yang bisa dilakukan. Cari makan di luar, waktunya tak cukup. Opsi kedua, mengirimkan pesan ke beberapa teman yang mungkin akan datang menyusul ke sini, siapa tahu bisa nitip beli makan. Sayangnya orang pertama yang kuhubungi tidak bisa datang, orang kedua tidak membalas pesan, dan orang ketiga sudah terlanjur datang sebelum pesannya kukirim. Subhanallah... Hehe...
Sampai adzan isya' akhirnya kuputuskan untuk sementara melupakan urusan perut (>_<)
*
Sholat tarawih berjama'ah usai. Aku mundur ke bagian belakang shaf. Seorang teman duduk di dekatku dan menawari kacang mete goreng yang ia bawa. Kami pun makan, eh, ngemil sambil mengobrol sejenak, lalu melanjutkan tilawah masing-masing.
Malam semakin larut, aku pamit untuk ke kamar mandi. Keluar dari pintu masjid, tepatnya di ruang istirahat ada beberapa orang yang sedang mengisi botol minumnya dari galon, ada pula yang membuat minuman hangat. Tiba-tiba mataku tertuju pada beberapa mika yang berisi nasi dan ayam goreng.
Aku lalu bertanya pada salah seorang panitia, "Dek, itu nasinya boleh dimakan?"
"Boleh banget mbak, itu tadi dari donatur," jawabnya.
Alhamdulillah.. :)
Segala puji bagi Engkau yang telah menetapkan rizki untuk hamba-Mu ini.
Eh, porsinya pas juga lho ^_^
*
Nurul Huda, 23 Ramadhan 1435 H
sumber foto dari sini |
Hemm, enaaak. Dapetnya malah lebih pula. (kayaknya yang nasi bungkus nggak ada ayam guringnya) :D
BalasHapusRamadhan di kampus memang enak. :)
Secara kuantitas lebih sedikit itu porsinya say..
HapusRamadhan di kampus emang ngangeni :)
bejo :D
HapusAlhamdulillah ^_^
Hapus